Sunday, 22 June 2014

Tahi Lalat Rima


 

Cerpen AF Astrid

Secara fisik, Rima sebenarnya sangat biasa. Tipikal perempuan yang sangat tidak nge-Putri Indonesia. Postur tubuhnya tidak terlalu tinggi. Apalagi wajahnya, tidak manis dan tidak cantik, sangatjauhlah dan bayangan Dian Sastrowardoyo atau Luna Maya. Suaranya apalagi, tidak merdu bahkan sangat kecil dan seperti orang yang tercekik. Aku tahu dia pada saat mulai bergabung dengan teman-teman yang belajar menjadi jurnalis di salah satu organisasi jurnalis di kampus. Kau tahu, apa yang menarik dan dirinya? Cerita-cerita perselingkuhannya dengan beberapa pria sangat membuatku kaget. Bisa-bisanya laki-laki jatuh cinta pada perempuan sepertinya.
Rima sebenamya telah memiliki suami dan anak. Tapi, karena suaminya hams menjadi kontnibutor media di tempat lain, dan dia juga masih tidak bisa meninggalkan kota mi —berhubung kuliah, keluarga, dan wilayah liputannya berada di daerah mi— dia pun lantas memilih untuk berjarak dengan suaminya. Di sinilah drama perselingkuhannya muncul.

Rima menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan kehidupannya. Mengapa setiap laki-laki yang mnyatakan suka padanya dan tahu kalau dia sudah berumah tangga, tetap tidak mau melepaskannya. Bahkan yang sangatmengejutkan dan terkesan agak konyol, salah satu selingkuhannya beralasan kalau diajatuh cinta path Rima karena tahi lalat yang ada di bawah kelopak matanya.
“Aneh, orang kokjatuh cinta pada tahi
lalat,”
“Kau tahu Rim,tahi lalatmu itu menjadi penyebab mengapa aku begitu tergilagilanya padamu,” tandas salah satu selingkuhan Rima.
“Andaikan aku jadi suamimu, akan aku operasi tahi lalatmu itu, supaya tidak adalagi orang yang jatuh cinta padamu!”
“Emang kau pikir, lalat akan berpikir di mana dia akan membuang hajatnya!’
“Emang tahi lalat itu asalnya dan kotoran tahi lalat yah?!”
Keluhan Rima itu membuatku penasaran. Lalu kutatap dalam-dalam wajahnya. Tepat di matanya. Mata yang ada tahi lalat di bawah kelopaknya. Aneh, aku tidak mendapatkan apa-apa. Seperti yang dikatakan laki-laki itu, ada nilai magis dalam tahi lalat itu. Sungguh, aku tidak melihat apa-apa, selain kepolosan dan juga sikap cuek yang dimiliki Rima.
“Kau percaya dengan ucapan laki-laki itu, Rim?’
“Mau tidak mau aku hams percaya,”
“Kenapa?”
“Karena tidak ada alasan lain, kenapa pria-pria itu mau berselingkuh denganku!”
“Ah, kau terlalu mengada-ada. Bukankah lingkungan jumalis itu tak boleh bermain dengan perasaan?”
“Maksudtnu?”
“Ya. Banyak penyebab kenapa lakilaki itu bisa iatuh cintapadamu. Bisa jadi karena seringnya kalian bertemu di lapangan pada saat liputan. Ala bias karena biasa !”
“Tapi bukan hanya Aku satu-satunya perempuan yang menjadi jumalis di kota mi, toh mereka tidak pernah terlibat perselingkuhan?”
“Wah, berarti kesalahan ada padamu dong!”
‘Makanya itu, aku hams mengoperasi tahi lalatku!”
“Terus, setelah itu
masalabmu selesai?”
“Pasti!”
“Belum tentu!”“Pasti!”
“Ya sudahlah!” Sudah dua bulan liii, Rima tidak lagi
menghubungiku. Mungkin dia telah mengoperasi tahi lalat yang dianggapnya menjadi pemicu perselingkuhannya dengan beberapa laki-laki. Selingkuh yang dia maksudkan disini bukan secara vulgar
—melakukah hubungan intim, bercumbu, atau bermesraan. Rima menganggap perasaan suka, cinta, dan sayang seseorang yang telah berumahtangga kepada seseorang lainnya yang belum atau sudah berumah tangga, bisa dikategonikan “perselingkuhan”. Rima sebenarnya menyadari itu, sejak dia memutiskan untuk menjadi jurnalis. Awalnya, Rima menganggap ajakan makan, nonton, jalan, bahkan curhat-curhatan, hanyalah kegiatan yang biasanya dilakukan antara teman dengan teman. Tanpa ada unsur jatuh cinta. Tapi lama kelamaan, dia merasa terjebak dengan alur yang terus saja diulanginya dengan laki-laki yang berbeda. Ditambah lagi, suaminya selalu sibuk dengan liputannya. Suaminya, kata Rima, hanya tahu mengiriminya uang, membayar cicilan rumahnya, melengkapi kebutuhan anaknya, dan pulang sekali sebulan jika merasa perlu.
Tingkah laku suaminya itu membuat Rima memberontak dan berpikir, apakah para jurnalis pria memang bersikap , seperti mi pada istrinya. Jangan-jangan j sikap cuek suaminya terjadi karena suaminya memiliki kekasih lain atau bahkan istri lain di daerah tempatnya menjadi kontnbutor.
Pertanyaan demi pertanyaan ten- tang suaminya, membuat Rima menjadi tidak percaya din. Dia kemudian membuat prediksinya itu menjadi momok yang dapat mengancam harga dirinya sebagai perempuan danjuga sebagai istri.
Kupikir, karena ketakutanketakutan yang diciptakannya itu, membuat Rima menjadi gampang menerima ajakan setiap teman-teman pnianya untuk berkencan.
Apakah aku salah kalau pergi dengan tumanpriaku, berdua saja?”
“Salahkah jika aku menerima ajakan mereka untuk nonton, makan, dan pergi jalan ke mal, berdua saja?”
“Salahkah mereka jika kemudian menyatakan perasaan cintanya padaku?”
“Salahkahjika aku menerima perhatian mereka, dan men&ima mereka membelaiku, dan menyan darkan kepalaku di bahunya, sedangkan semua mi tidak bisa kudapatkan dan suamiku pada saat kubutuhkan?”
“Dan salahkah jika aku meminta cerai?!”
Han itu Aku berternu dengan Rima. Tanpa tahi lalat di bawah kelopak matanya. Tidak ada yang berubah kulihat, karena memang tahi lalat itu tidak membenkan pengaruh yang besar, ketika memandang wajahnya. Tapi kali jul dia menjadi sangat awut-awutan.
“Kupikir dengan mengoperasi tahi lalat itu, cerita perselingkuhanku akan .selesai. Dan perceraian dengan suamiku tidak akan terjadi,”
“Lantas?”
“Suamiku ternyata jatuh cinta padaku karena tahi lalat itu!”
“Jadi?”
“Dia menceraikanku!”
“Ha h,sebodohitukah /suamimu?”
“Dan kau tahu, semua selingkuhanku seakan tidak peduli, kalau aku sudah cerai atau belum. Mereka terus saja mengajakku untuk berhubungan. Mereka anggap apa aku mi?!”
“Lalu kalau begitu, apa yang salah denganmu?”
“Entahlah, apa yang salah denganku?”
Rima terdiam. Aku terdiam. Ombak Pantai Losari semakin menghentakhentakkan kakinya ke batu-batu besar di pinggiran pantai. Tidak ada yang salah dengannya. Tidak pula dengan pnia-pria itu. Mereka hanya terjebak dengan rutinitas kerja yang menghanuskan mereka tidak menggunakan nurani. Toh, junnalis tak pemah menggunakan perasaannya ketika mereka bekerja. Tapi jurnalis pun bukan robot. Entahlah, apakah tahi lalat itu yang salah? Tapi,
Rima tetap saja berselmgkuh. Bahkan akhmmya, dia menjadi butuh berselingkuh.

0 comments:

Post a Comment