Cerpen AF Astrid
Secara fisik, Rima sebenarnya sangat biasa. Tipikal
perempuan yang sangat tidak nge-Putri Indonesia. Postur tubuhnya tidak
terlalu tinggi. Apalagi wajahnya, tidak manis dan tidak cantik, sangatjauhlah
dan bayangan Dian Sastrowardoyo atau Luna Maya. Suaranya apalagi, tidak merdu
bahkan sangat kecil dan seperti orang yang tercekik. Aku tahu dia pada saat
mulai bergabung dengan teman-teman yang belajar menjadi jurnalis di salah satu
organisasi jurnalis di kampus. Kau tahu, apa yang menarik dan dirinya?
Cerita-cerita perselingkuhannya dengan beberapa pria sangat membuatku kaget.
Bisa-bisanya laki-laki jatuh cinta pada perempuan sepertinya.
Rima sebenamya telah memiliki suami dan anak. Tapi, karena
suaminya hams menjadi kontnibutor media di tempat lain, dan dia juga masih
tidak bisa meninggalkan kota
mi —berhubung kuliah, keluarga, dan wilayah liputannya berada di daerah mi— dia
pun lantas memilih untuk berjarak dengan suaminya. Di sinilah drama
perselingkuhannya muncul.
Rima menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan
kehidupannya. Mengapa setiap laki-laki yang mnyatakan suka padanya dan tahu
kalau dia sudah berumah tangga, tetap tidak mau melepaskannya. Bahkan yang
sangatmengejutkan dan terkesan agak konyol, salah satu selingkuhannya beralasan
kalau diajatuh cinta path Rima karena tahi lalat yang ada di bawah kelopak
matanya.
“Aneh, orang kokjatuh cinta pada tahi
lalat,”
“Kau tahu Rim,tahi lalatmu itu menjadi penyebab mengapa aku
begitu tergilagilanya padamu,” tandas salah satu selingkuhan Rima.
“Andaikan aku jadi suamimu, akan aku operasi tahi lalatmu
itu, supaya tidak adalagi orang yang jatuh cinta padamu!”
“Emang kau pikir, lalat akan berpikir di mana dia akan
membuang hajatnya!’
“Emang tahi lalat itu asalnya dan kotoran tahi lalat yah?!”
Keluhan Rima itu membuatku penasaran. Lalu kutatap
dalam-dalam wajahnya. Tepat di matanya. Mata yang ada tahi lalat di bawah
kelopaknya. Aneh, aku tidak mendapatkan apa-apa. Seperti yang dikatakan
laki-laki itu, ada nilai magis dalam tahi lalat itu. Sungguh, aku tidak melihat
apa-apa, selain kepolosan dan juga sikap cuek yang dimiliki Rima.
“Kau percaya dengan ucapan laki-laki itu, Rim?’
“Mau tidak mau aku hams percaya,”
“Kenapa?”
“Karena tidak ada alasan lain, kenapa pria-pria itu mau berselingkuh
denganku!”
“Ah, kau terlalu mengada-ada. Bukankah lingkungan jumalis
itu tak boleh bermain dengan perasaan?”
“Maksudtnu?”
“Ya. Banyak penyebab kenapa lakilaki itu bisa iatuh
cintapadamu. Bisa jadi karena seringnya kalian bertemu di lapangan pada saat
liputan. Ala
bias karena biasa !”
“Tapi bukan hanya Aku satu-satunya perempuan yang menjadi
jumalis di kota
mi, toh mereka tidak pernah terlibat perselingkuhan?”
“Wah, berarti kesalahan ada padamu dong!”
‘Makanya itu, aku hams mengoperasi tahi lalatku!”
“Terus, setelah itu
masalabmu selesai?”
“Pasti!”
“Belum tentu!”“Pasti!”
“Ya sudahlah!” Sudah dua bulan liii, Rima tidak lagi
menghubungiku. Mungkin dia telah mengoperasi tahi lalat
yang dianggapnya menjadi pemicu perselingkuhannya dengan beberapa laki-laki.
Selingkuh yang dia maksudkan disini bukan secara vulgar
—melakukah hubungan intim, bercumbu, atau bermesraan. Rima
menganggap perasaan suka, cinta, dan sayang seseorang yang telah berumahtangga
kepada seseorang lainnya yang belum atau sudah berumah tangga, bisa
dikategonikan “perselingkuhan”. Rima sebenarnya menyadari itu, sejak dia
memutiskan untuk menjadi jurnalis. Awalnya, Rima menganggap ajakan makan,
nonton, jalan, bahkan curhat-curhatan, hanyalah kegiatan yang biasanya
dilakukan antara teman dengan teman. Tanpa ada unsur jatuh cinta. Tapi lama
kelamaan, dia merasa terjebak dengan alur yang terus saja diulanginya dengan
laki-laki yang berbeda. Ditambah lagi, suaminya selalu sibuk dengan liputannya.
Suaminya, kata Rima, hanya tahu mengiriminya uang, membayar cicilan rumahnya,
melengkapi kebutuhan anaknya, dan pulang sekali sebulan jika merasa perlu.
Tingkah laku suaminya itu membuat Rima memberontak dan
berpikir, apakah para jurnalis pria memang bersikap , seperti mi pada istrinya.
Jangan-jangan j sikap cuek suaminya terjadi karena suaminya memiliki kekasih
lain atau bahkan istri lain di daerah tempatnya menjadi kontnbutor.
Pertanyaan demi pertanyaan ten- tang suaminya, membuat Rima
menjadi tidak percaya din. Dia kemudian membuat prediksinya itu menjadi momok
yang dapat mengancam harga dirinya sebagai perempuan danjuga sebagai istri.
Kupikir, karena ketakutanketakutan yang diciptakannya itu,
membuat Rima menjadi gampang menerima ajakan setiap teman-teman pnianya untuk
berkencan.
Apakah aku salah kalau pergi dengan tumanpriaku, berdua
saja?”
“Salahkah jika aku menerima ajakan mereka untuk nonton,
makan, dan pergi jalan ke mal, berdua saja?”
“Salahkah mereka jika kemudian menyatakan perasaan cintanya
padaku?”
“Salahkahjika aku menerima perhatian mereka, dan
men&ima mereka membelaiku, dan menyan darkan kepalaku di bahunya, sedangkan
semua mi tidak bisa kudapatkan dan suamiku pada saat kubutuhkan?”
“Dan salahkah jika aku meminta cerai?!”
Han itu Aku berternu dengan Rima. Tanpa tahi lalat di bawah
kelopak matanya. Tidak ada yang berubah kulihat, karena memang tahi lalat itu
tidak membenkan pengaruh yang besar, ketika memandang wajahnya. Tapi kali jul
dia menjadi sangat awut-awutan.
“Kupikir dengan mengoperasi tahi lalat itu, cerita
perselingkuhanku akan .selesai. Dan perceraian dengan suamiku tidak akan
terjadi,”
“Lantas?”
“Suamiku ternyata jatuh cinta padaku karena tahi lalat
itu!”
“Jadi?”
“Dia menceraikanku!”
“Ha h,sebodohitukah /suamimu?”
“Dan kau tahu, semua selingkuhanku seakan tidak peduli,
kalau aku sudah cerai atau belum. Mereka terus saja mengajakku untuk
berhubungan. Mereka anggap apa aku mi?!”
“Lalu kalau begitu, apa yang salah denganmu?”
“Entahlah, apa yang salah denganku?”
Rima terdiam. Aku terdiam. Ombak Pantai Losari semakin
menghentakhentakkan kakinya ke batu-batu besar di pinggiran pantai. Tidak ada
yang salah dengannya. Tidak pula dengan pnia-pria itu. Mereka hanya terjebak
dengan rutinitas kerja yang menghanuskan mereka tidak menggunakan nurani. Toh,
junnalis tak pemah menggunakan perasaannya ketika mereka bekerja. Tapi jurnalis
pun bukan robot. Entahlah, apakah tahi lalat itu yang salah? Tapi,
Rima tetap saja berselmgkuh. Bahkan akhmmya, dia menjadi
butuh berselingkuh.
0 comments:
Post a Comment