Sunday, 22 June 2014

Tantangan



Post:  12/17/2002 Disimak: 103 kali
Cerpen: AD Donggo 
Sumber: Republika,  Edisi 09/15/2002 

Hujan bulan Nopember menderai sangat lebat diseling kilat yang memancarkan cahaya yang benderang. Deru guruh memekakkan telinga disertai goncangan daun jendela yang cukup keras. Tapi tidak sampai memecahkan kaca jendela itu.Sekarang bulan Nopember, memang. Bulan yang menandakan pertukaran musim. Dari musim kemarau ke musim hujan dan sebaliknya. Namun, hujan bulan Nopember sekarang ini dirasakan cukup gemuruh. Ini adalah kesimpulan Dokter Siweni dan pembantunya Ani kalau mereka bandingkan dengan tahun-tahun yang lalu. Mereka ingat benar, terutama bagi Dokter Siweni, karena bulan Nopember baginya adalah bulan tatkala semuanya dimulai. Dia memulai mempraktekkan pengetahuannya sebagai dokter kandungan. Itulah yang utama di samping masalah-masalah lain yang berhubungan dengan kehidupan pribadinya sebagai perempuan, sebagai seorang gadis.Banjir bulan Nopember dan Desember? Memang pada bulan-bulan itulah banjir mulai menelusuri daerah-daerah yang terabaikan, yang tak terjangkau oleh kemampuan suatu kekuasaan yang memerintah dan tak pernah mengkaji dengan teliti bagaimana mematikan kekuatan banjir di Jakarta, ibukota sebuah negara yang bernama Republik Indonesia.Malam ini ketika hujan Nopember menderai sangat lebat, namun belum banjir, hati Dokter Siweni ditantang untuk
mengambil suatu keputusan. Ia atau tidak. Selama dia berpraktek sebagai dokter, baru pertama kali ini mengalami tantangan seperti itu. Dia merenung. Menurut agama yang dianutnya, jika dia meladeni tantangan itu, dia menanggung dosa dunia akhirat. Kesadaran itu muncul dengan tegar hari ini, lalu bagaimana dengan hari-hari yang akan datang? Tak terjawab.Ketika dia dan pembantunya Ani berada di kamar praktek sedang menghitung hasil jerih payahnya hari itu, tiba-tiba pintu diketuk agak sayup kedengaran karena didera oleh deru hujan dan gemuru guruh. Pengetuk pintu tampaknya agak ragu. Antara rasa ingin tahu siapa yang mengetuk pintu, pasien atau bukan, atau membiarkan pintu itu tidak dibuka, keraguan itu muncul beberapa saat dalam pikiran Dokter Siweni dan Ani. Dalam pikiran keduanya muncul suatu dugaan yang tiba-tiba. Juga rasa takut. Situasi Jakarta dan juga kota-kota besar lain, bahkan hampir seluruh pelataran tanah air berpulau ini kejadian-kejadian yang membuat rakyat tidak tenang dan takut berlangsung hampir tiap hari. Suatu pertanda lain bahwa hati nurani tidak lagi menemukan hati nurani, dia telah ditaklukan dan diletakkan di bawah titik nadir.Dokter Siweni dan Ani kini saling memandang. Dokter Siweni memberi isyarat agar Ani membukakan pintu itu. Uang hasil jerih payahnya hari ini, akan mereka serahkan kepada pengetuk pintu itu, kalau mereka memintanya dengan paksa atau tidak.Ketika pintu terbuka, yang muncul sepasang anak muda. Mereka ragu-ragu. Sikap itu tampak jelas ketika mereka menapakkan kaki melewati ambang pintu. Pakaian mereka di sana sini tampak basah. Dokter Siweni dan Ani memperhatikan sikap itu, antara percaya dan tidak. Apakah pura-pura atau memang demikianlah sikap itu. Karena mungkin mereka sedang menghadapi masalah yang ingin dimintakan nasihat kepada Dokter Siweni. Mereka tampak tidak sakit. Dan penilaian Siweni dan Ani, keduanya bukan perampok.Tanpa ragu atau curiga Dokter Siweni mempersilakan mereka duduk. Setelah itu mereka memperkenalkan diri. Yang laki-laki mengaku bernama Didiek, sedang yang perempuan bernama Ira. Dalam beberapa saat terjadi hening. Kedua anak muda itu saling memandang seakan ingin salah seorang mengatakan maksud kedatangan mereka. Melihat itu Dokter Siweni membiarkannya beberapa saat. Suatu yang tidak lazim. Biasanya setelah seorang pasien duduk di depannya, dia terus bertanya, sakit apa mereka.''Kami membutuhkan pertolongan dokter,'' akhirnya si laki-laki, Didiek, menyampaikan maksud mereka.''Kalian sakit apa?'' tanya Siweni. Sementara itu dia menyuruh Ani keluar. Tampaknya kedua anak muda itu tak ingin ada orang lain yang berada di situ.''Kami tidak sakit,'' masih Didiek yang bicara.''Lalu?''''Teman saya ini, Ira, membutuhkan pertolongan dokter,'' jelas Didiek.''Kalau sanggup, saya akan menolong,'' janji Siweni.''Ibu, dokter kandungan yang berhasil,'' puji Didiek.''Lalu?''''Kami mohon pertolongan dokter,'' ulang Didiek.''Berterusteranglah,'' desak Siweni seperti tidak senang.Kembali Didiek dan Ira saling memandang.''Katakan, apa keinginan saudara-saudara,'' desak Siweni. ''Hari sudah makin malam dan hujan sudah mulai berhenti,'' Siweni mengingatkan.''Ira sudah dua bulan tidak haid,'' akhirnya Didiek berterusterang.''Kalian suami istri?'' siasat Siweni.Kembali mereka saling memandang.''Berterusteranglah,'' desak Siweni lagi.''Saya mohon diperiksa, apa saya hamil atau tidak,'' sekarang Ira yang bicara. ''Kami bukan suami istri,'' Ira berterus terang.Tanpa bereaksi Dokter Siweni menyuruh Ira naik ke atas tempat tidur periksa. Sementara dia menyuruh Didiek keluar sebentar.Dengan sangat teliti Dokter Siweni memeriksa Ira. Walaupun baru dua bulan, dia memastikan, Ira memang hamil. Apakah ini suatu yang belum pasti, tapi bertolak dari pengalamannya selama ini, dia dapat memastikan, rahim Ira telah ditumbuhi janin. Selesai memeriksa, dia memanggil Didiek supaya masuk.''Saudara Ira hamil,'' tegas Siweni.''Pasti dokter,'' Didiek ragu.Hamil atau tidak, memang belum bisa dipastikan. Tapi menurut pengalaman saya sebagai dokter kandungan, Ira hamil,'' tegas Siweni.''Kami mohon dokter menggugurkan kandungan itu,'' minta Didiek tanpa tedeng aling-aling.Siweni sedikit tersentak. Sementara dia ingin menanyakan kenapa, tapi tidak diucapkannya. Dia sekarang memperhatikan wajah kedua anak muda itu. Siweni tahu, jiwa mereka sedang dibebani rasa sesal karena melakukan perbuatan dosa, zina, sebuah beban yang tak tertanggungkan. Orang tua mereka tidak akan mau menerima kenyataan itu. Mereka akan mempunyai cucu anak jadah, itu yang dipastikan menurut agama yang mereka anut. Anak jadah suatu aib.''Saya tidak akan melakukannya,'' elak Dokter Siweni kemudian.''Kami itdak akan memaksa dokter,'' Didiek seperti mengancam sambil memperhatikan wajah Dokter Siweni. Namun wajahnya tetap tenang.''Dipaksa pun saya tidak akan melakukannya,'' tegas Dokter Siweni.''Kejahatan menemukan persemaian yang subur di Indonesia. Apa Dokter tidak tahu? Kami berdua dapat melakukannya. Berapa dokter ingin dibayar?'' pancing Didiek kurang ajar.''Biar nyawa saya kalian ambil, saya tidak akan menerima tawaran Saudara-saudara. Berapa pun jumlahnya,'' tegas Siweni.''Itu kepastian Dokter?'' tanya Didiek.''Ya. Itu kepastian.''''Kami tidak akan melakukan kejahatan itu,'' tiba-tiba Didiek seperti berubah pikiran.''Kenapa?'' pancing Siweni.''Sudah terlalu banyak kejahatan di Indonesia. Kami tidak ingin menambahkannya,'' Didiek seperti menyadari.''Ini kepastian?''''Benar. Lalu apa saran dokter?'' minta Didiek.''Kalian kawin baik-baik. Jelaskan kepada orang tua kalian, bahwa kecelakaan ini tidak disengaja. Ia, kalau orang tua kalian mau memaafkan,'' saran Dokter Siweni.''Orang tua kami tidak akan bisa menerima kenyataan ini,'' hanya Didiek bicara.''Sudah dicoba?''''Orang tua kami penganut agama yang sangat fanatik,'' sekarang Ira yang bicara.''Lalu kenapa kalian melakukan perbuatan yang dilarang agama.''''Untuk melengkapi kejahatan kami, maka kami meminta dokter menggugurkan benih manusia yang kini sedang tumbuh dalam rahim Ira,'' Didiek kurang ajar.''Apa hanya benih Saudara Didiek yang tumbuh dalam rahim Saudara Ira?'' Dokter Siweni kurang ajar pula.''Demi Tuhan dokter, hanya benih Didiek yang tumbuh dalam rahim saya. Saya mohon dokter tidak menganggap saya pelacur,'' Ira tersinggung.''Maafkan saya,'' Dokter Siweni menyesal mengucapkan kecurigaan itu.''Kecurigaan dokter keterlaluan. Saya bisa marah,'' Didiek tidak senang.''Sekali lagi maafkan saya. Mengenai pengguguran kandungan Saudara Ira, saya tidak akan memberi saran. Misalnya, Saudara-saudara mencari dokter lain yang bersedia. Saya tetap menentang perbuatan seperti itu. Saya tetap menyarankan, kalian kawin secara baik-baik, disetujui atau tidak oleh orang tua saudara-saudara. Tempuh hidup dengan kekuatan sendiri. Pelihara janin dalam kandungan itu sampai dia lahir. Kalian merasa berdosa? Akuilah dosa itu, dan peliharalah anak itu yang akan lahir sebagai anak manusia. Tuhan mempunyai pertimbangan lain. Dan saya berjanji akan merawat kandungan Ira sampai anak itu lahir,'' janji Dokter Siweni. Dia kaget juga dengan ucapannya itu.Setelah mendengar saran dokter Siweni, Didiek dan Ira minta diri. Apakah saran itu tercerna dalam hati dan pikiran mereka, itulah yang belum bisa dipastikan. Ketika Ira dan Didiek menawarkan berapa mereka harus membayar jasanya, Dokter Siweni menolaknya dengan ucapan terima kasih.  


0 comments:

Post a Comment