Hujan bulan Nopember menderai sangat lebat diseling kilat yang
memancarkan cahaya yang benderang. Deru guruh memekakkan telinga disertai
goncangan daun jendela yang cukup keras. Tapi tidak sampai memecahkan kaca
jendela itu.Sekarang bulan Nopember, memang. Bulan yang menandakan pertukaran
musim. Dari musim kemarau ke musim hujan dan sebaliknya. Namun, hujan bulan
Nopember sekarang ini dirasakan cukup gemuruh. Ini adalah kesimpulan Dokter
Siweni dan pembantunya Ani kalau mereka bandingkan dengan tahun-tahun yang
lalu. Mereka ingat benar, terutama bagi Dokter Siweni, karena bulan Nopember
baginya adalah bulan tatkala semuanya dimulai. Dia memulai mempraktekkan
pengetahuannya sebagai dokter kandungan. Itulah yang utama di samping
masalah-masalah lain yang berhubungan dengan kehidupan pribadinya sebagai
perempuan, sebagai seorang gadis.Banjir bulan Nopember dan Desember? Memang
pada bulan-bulan itulah banjir mulai menelusuri daerah-daerah yang
terabaikan, yang tak terjangkau oleh kemampuan suatu kekuasaan yang
memerintah dan tak pernah mengkaji dengan teliti bagaimana mematikan kekuatan
banjir di Jakarta, ibukota sebuah negara yang bernama Republik Indonesia.Malam
ini ketika hujan Nopember menderai sangat lebat, namun belum banjir, hati
Dokter Siweni ditantang untuk
mengambil suatu keputusan. Ia atau tidak.
Selama dia berpraktek sebagai dokter, baru pertama kali ini mengalami
tantangan seperti itu. Dia merenung. Menurut agama yang dianutnya, jika dia
meladeni tantangan itu, dia menanggung dosa dunia akhirat. Kesadaran itu
muncul dengan tegar hari ini, lalu bagaimana dengan hari-hari yang akan
datang? Tak terjawab.Ketika dia dan pembantunya Ani berada di kamar praktek
sedang menghitung hasil jerih payahnya hari itu, tiba-tiba pintu diketuk agak
sayup kedengaran karena didera oleh deru hujan dan gemuru guruh. Pengetuk
pintu tampaknya agak ragu. Antara rasa ingin tahu siapa yang mengetuk pintu,
pasien atau bukan, atau membiarkan pintu itu tidak dibuka, keraguan itu
muncul beberapa saat dalam pikiran Dokter Siweni dan Ani. Dalam pikiran
keduanya muncul suatu dugaan yang tiba-tiba. Juga rasa takut. Situasi Jakarta
dan juga kota-kota besar lain, bahkan hampir seluruh pelataran tanah air
berpulau ini kejadian-kejadian yang membuat rakyat tidak tenang dan takut
berlangsung hampir tiap hari. Suatu pertanda lain bahwa hati nurani tidak
lagi menemukan hati nurani, dia telah ditaklukan dan diletakkan di bawah
titik nadir.Dokter Siweni dan Ani kini saling memandang. Dokter Siweni
memberi isyarat agar Ani membukakan pintu itu. Uang hasil jerih payahnya hari
ini, akan mereka serahkan kepada pengetuk pintu itu, kalau mereka memintanya
dengan paksa atau tidak.Ketika pintu terbuka, yang muncul sepasang anak muda.
Mereka ragu-ragu. Sikap itu tampak jelas ketika mereka menapakkan kaki
melewati ambang pintu. Pakaian mereka di sana sini tampak basah. Dokter Siweni dan
Ani memperhatikan sikap itu, antara percaya dan tidak. Apakah pura-pura atau
memang demikianlah sikap itu. Karena mungkin mereka sedang menghadapi masalah
yang ingin dimintakan nasihat kepada Dokter Siweni. Mereka tampak tidak
sakit. Dan penilaian Siweni dan Ani, keduanya bukan perampok.Tanpa ragu atau
curiga Dokter Siweni mempersilakan mereka duduk. Setelah itu mereka
memperkenalkan diri. Yang laki-laki mengaku bernama Didiek, sedang yang
perempuan bernama Ira. Dalam beberapa saat terjadi hening. Kedua anak muda
itu saling memandang seakan ingin salah seorang mengatakan maksud kedatangan
mereka. Melihat itu Dokter Siweni membiarkannya beberapa saat. Suatu yang
tidak lazim. Biasanya setelah seorang pasien duduk di depannya, dia terus
bertanya, sakit apa mereka.''Kami membutuhkan pertolongan dokter,'' akhirnya
si laki-laki, Didiek, menyampaikan maksud mereka.''Kalian sakit apa?'' tanya
Siweni. Sementara itu dia menyuruh Ani keluar. Tampaknya kedua anak muda itu
tak ingin ada orang lain yang berada di situ.''Kami tidak sakit,'' masih
Didiek yang bicara.''Lalu?''''Teman saya ini, Ira, membutuhkan pertolongan
dokter,'' jelas Didiek.''Kalau sanggup, saya akan menolong,'' janji
Siweni.''Ibu, dokter kandungan yang berhasil,'' puji Didiek.''Lalu?''''Kami
mohon pertolongan dokter,'' ulang Didiek.''Berterusteranglah,'' desak Siweni seperti
tidak senang.Kembali Didiek dan Ira saling memandang.''Katakan, apa keinginan
saudara-saudara,'' desak Siweni. ''Hari sudah makin malam dan hujan sudah
mulai berhenti,'' Siweni mengingatkan.''Ira sudah dua bulan tidak haid,''
akhirnya Didiek berterusterang.''Kalian suami istri?'' siasat Siweni.Kembali
mereka saling memandang.''Berterusteranglah,'' desak Siweni lagi.''Saya mohon
diperiksa, apa saya hamil atau tidak,'' sekarang Ira yang bicara. ''Kami
bukan suami istri,'' Ira berterus terang.Tanpa bereaksi Dokter Siweni
menyuruh Ira naik ke atas tempat tidur periksa. Sementara dia menyuruh Didiek
keluar sebentar.Dengan sangat teliti Dokter Siweni memeriksa Ira. Walaupun
baru dua bulan, dia memastikan, Ira memang hamil. Apakah ini suatu yang belum
pasti, tapi bertolak dari pengalamannya selama ini, dia dapat memastikan,
rahim Ira telah ditumbuhi janin. Selesai memeriksa, dia memanggil Didiek
supaya masuk.''Saudara Ira hamil,'' tegas Siweni.''Pasti dokter,'' Didiek
ragu.Hamil atau tidak, memang belum bisa dipastikan. Tapi menurut pengalaman
saya sebagai dokter kandungan, Ira hamil,'' tegas Siweni.''Kami mohon dokter
menggugurkan kandungan itu,'' minta Didiek tanpa tedeng aling-aling.Siweni
sedikit tersentak. Sementara dia ingin menanyakan kenapa, tapi tidak diucapkannya.
Dia sekarang memperhatikan wajah kedua anak muda itu. Siweni tahu, jiwa
mereka sedang dibebani rasa sesal karena melakukan perbuatan dosa, zina,
sebuah beban yang tak tertanggungkan. Orang tua mereka tidak akan mau
menerima kenyataan itu. Mereka akan mempunyai cucu anak jadah, itu yang
dipastikan menurut agama yang mereka anut. Anak jadah suatu aib.''Saya tidak
akan melakukannya,'' elak Dokter Siweni kemudian.''Kami itdak akan memaksa
dokter,'' Didiek seperti mengancam sambil memperhatikan wajah Dokter Siweni.
Namun wajahnya tetap tenang.''Dipaksa pun saya tidak akan melakukannya,''
tegas Dokter Siweni.''Kejahatan menemukan persemaian yang subur di Indonesia.
Apa Dokter tidak tahu? Kami berdua dapat melakukannya. Berapa dokter ingin
dibayar?'' pancing Didiek kurang ajar.''Biar nyawa saya kalian ambil, saya
tidak akan menerima tawaran Saudara-saudara. Berapa pun jumlahnya,'' tegas
Siweni.''Itu kepastian Dokter?'' tanya Didiek.''Ya. Itu kepastian.''''Kami
tidak akan melakukan kejahatan itu,'' tiba-tiba Didiek seperti berubah
pikiran.''Kenapa?'' pancing Siweni.''Sudah terlalu banyak kejahatan di Indonesia.
Kami tidak ingin menambahkannya,'' Didiek seperti menyadari.''Ini
kepastian?''''Benar. Lalu apa saran dokter?'' minta Didiek.''Kalian kawin
baik-baik. Jelaskan kepada orang tua kalian, bahwa kecelakaan ini tidak
disengaja. Ia, kalau orang tua kalian mau memaafkan,'' saran Dokter
Siweni.''Orang tua kami tidak akan bisa menerima kenyataan ini,'' hanya
Didiek bicara.''Sudah dicoba?''''Orang tua kami penganut agama yang sangat
fanatik,'' sekarang Ira yang bicara.''Lalu kenapa kalian melakukan perbuatan
yang dilarang agama.''''Untuk melengkapi kejahatan kami, maka kami meminta
dokter menggugurkan benih manusia yang kini sedang tumbuh dalam rahim Ira,''
Didiek kurang ajar.''Apa hanya benih Saudara Didiek yang tumbuh dalam rahim
Saudara Ira?'' Dokter Siweni kurang ajar pula.''Demi Tuhan dokter, hanya
benih Didiek yang tumbuh dalam rahim saya. Saya mohon dokter tidak menganggap
saya pelacur,'' Ira tersinggung.''Maafkan saya,'' Dokter Siweni menyesal
mengucapkan kecurigaan itu.''Kecurigaan dokter keterlaluan. Saya bisa
marah,'' Didiek tidak senang.''Sekali lagi maafkan saya. Mengenai pengguguran
kandungan Saudara Ira, saya tidak akan memberi saran. Misalnya, Saudara-saudara
mencari dokter lain yang bersedia. Saya tetap menentang perbuatan seperti
itu. Saya tetap menyarankan, kalian kawin secara baik-baik, disetujui atau
tidak oleh orang tua saudara-saudara. Tempuh hidup dengan kekuatan sendiri.
Pelihara janin dalam kandungan itu sampai dia lahir. Kalian merasa berdosa?
Akuilah dosa itu, dan peliharalah anak itu yang akan lahir sebagai anak
manusia. Tuhan mempunyai pertimbangan lain. Dan saya berjanji akan merawat
kandungan Ira sampai anak itu lahir,'' janji Dokter Siweni. Dia kaget juga
dengan ucapannya itu.Setelah mendengar saran dokter Siweni, Didiek dan Ira
minta diri. Apakah saran itu tercerna dalam hati dan pikiran mereka, itulah
yang belum bisa dipastikan. Ketika Ira dan Didiek menawarkan berapa mereka harus
membayar jasanya, Dokter Siweni menolaknya dengan ucapan terima kasih.
|
0 comments:
Post a Comment